Wartawan WIP dilengkapi dengan kartu identitas, pin, surat tugas liputan dan tercantum dalam box redaksi. Bagi yang tidak dilengkapi dengan identitas resmi dan namanya tidak tercantum dalam box, redaksi tidak bertanggung jawab

19 Januari 2014

Mobil Dinas Pejabat & Damtruk ‘Grogoti’ Hak Rakyat




SUMEDANG, WiP.
Akhir-akhir ini menarik sekali melihat tingkah polah para penjabat dan pengusaha di negeri ini, khususnya di Kota Sumedang yaitu akal-akalan mengunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Sama-sama diketahui bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) N0. 1 Tahun 2013. Bahwa  mobil dinas (pelat merah) tidak dibenarkan menggunakan BBM bersubsidi dan wajib menggunakan pertamax, terhitung 1 Februari 2013.

Yang dimaksud kendaran dinas tersebut dijelaskan pada pasal 1 Permen ini adalah semua jenis kendaraan bermotor yang dimiliki atau dikuasai oleh intansi pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kota dan kabupaten, BUMN dan BUMD. Ini artinya jelas bahwa tanpa pengecualian kendaran-kendaraan ini harus “megunakan” pertamax.

Namun faktanya, peraturan menteri yang sangat jelas ini dengan mudah diakali untuk dikangkangi oleh pejabat negeri ini. Kalau tidak pintar dan banyak akal tentu bukan pejabat...!!!, Sayangnya yang sering digunakan pejabat kita adalah akal bulus alias akal-akalan termasuk masalah yang satu ini.

Premium bersubsidi, yang seyogyanya diperuntukan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah, sedangkan pertamak diperuntukan untuk para pejabat dan pengusaha berkantong tebal. Namun ternyata di lapangan tidak demikian. Dengan berbagai modus, pejabat kita memanfaatkan BBM bersubsidi untuk mobil dinas mereka yang notabenenya sudah dibiayai oleh negara.

Mungkin masih banyak lagi yang dilakukan oleh para pejabat negeri ini untuk melakukan kecurangan. Jamak kita dengar komentar mereka ‘peraturan dibuat untuk dilanggar’. Pelanggaran ini tentu melukai hati rakyat karena para pemakai pelat merah sudah mendapat anggaran operasional kendaraan berupa uang bensin dan perbaikan. Anehnya sudah dikasih fasilitas masih juga ‘merampok’ hak rakyat. Sampai kapan para bejabat negeri ini mau berhenti merampok rakyat dengan akal-akal busuknya?

Selain larangan untuk kendaran dinas, BBM jenis solar subsidi juga dilarang untuk kendaraan dengan roda lebih dari 4 (empat) untuk pengangkut hasil kegiatan perkebunan, pertambangan, dan termasuk untuk angkutan hasil hutan. Seperti pada pasal 3 dinyatakan, pentahapan pembatasan penggunaan jenis BBM tertentu untuk transportasi jalan berlaku untuk kendaraan dinas dan mobil dengan jumlah roda lebih dari 4 (empat) buah. Dijelaskan selanjutnya dalam pasal 6.

Seperti tampak pada gambar, Sebuah mobil Pelat Merah sedang mengisi BBM di SPBU 34-45306 Situraja dan beberapa Damtruk sedang mengisi BBM Subsidi di SPBU 34-45311 Cimalaka. Kepada pihak terkait, supaya menertibkan atau memberikan sanksi kepada SPBU-SPBU yang memberikan pelayanan kepada kedaraan Pelat Merah dan Kendaraan Pengangkut barang tersebut, bukan malah sebaliknya melegalisasi demi kocek pribadi. *Ton

Seabreg,Oknum Perawat Buka Praktek Terselubung




SUMEDANG, WiP.
Perawat yang biasa bertugas mendampingi dokter untuk memeriksa para pasien, kini sudah bisa memeriksa bahkan memberi obat ke pasien yang sakit, tindakannya layaknya seorang dokter. Seperti yang dilakukan salah satu oknum perawat bedah umum RSUD Kab. Sumedang.

Oknum perawat tersebut ini membuka praktek dirumahnya dengan melakukan tugas layaknya seorang dokter, yaitu memeriksa dan mengobti. Hal tersebut sudah dilakukan selama puluhan tahun tanpa dilengkapi surat izin dari dinas kesehatan Kab. Sumedang dan tidak jelas Siapa Dr. pelindungnya. 

Ini membuktikan betapa lemahnya pengawasan Dinas Kesehatan di Kab. Sumedang. Mungkin, memang hal ini “disengaja” untuk mengejar gelar Kabupaten Sumedang sebagai kabupaten “sehat’ sehingga masyarakat di jadikan kelinci percobaan.

Saat dikonfirmasi atas praktek yang disinyalir ilegal, perawat yang bernama Jaja, berguman kalau dia membuka praktek atas permintaan warga sekitar. “Selama ini tidak ada orang yang saya rugikan jadi apa salahnya, lagian pasien saya banyaknya dari warga sekitar.” Ujarnya.

Ketika ditanya surat perizinannya, dia mengakui bahwa belum dapat surat izin dari manapun. Bahkan dia mengungkapkan, bukan hanya dia saja yang membuka peraktek pengobatan ilegal seperti dirinya. “Buka praktek seperti ini bukan hanya saya saja, Tapi  di Kabupaten Sumedang itu banyak.” Tambah Jaja.

Menurut Undang-undang nomor 29 tahun 2004, praktek seperti ini tidak bisa dibenarkan karena dinilai membahayakan pasien. Selain itu,  munculnya keputusan baru tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 148 tahun 2010.

Selain berpendidikan menimal D-III keperawatan, memiliki SIP dan Surat Izin Praktek Perawat (SIPP). Perawat dapat melaksanakan praktek mandiri harus memasang papan nama praktek keperawatan. 

Hingga berita ini ditulis, perawat yang kini masih tercatat sebagai karyawan RSUD Kab. Sumedang bagian Bedah Umum tersebut masih melakukan aktifitas seperti biasa, dimana kegiatannya dinilai melanggar aturan yang berlaku (ilegal). *Ton

Buku Pelajaran Pendidikan Budaya Dan Karakter Bangsa Diduga Ilegal



                                                       
 Ilustrasi 
 
SUMEDANG, WiP.
Pengadaan buku pelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dananya bersumber dari dana BOS propinsi Tahun 2013, ternyata tidak memiliki SK dinas pendidikan dan ISBN dan tidak mengacu kepada petunjuk teknis BOS propinsi Jawa Barat tahun 2013, dan ketetapan dari dinas pendidikan propinsi yang memperhatikan kepada SK Gubernur Jawa Barat No. 910/kep.04-keu/2011 dan peraturan menteri pendidikan nasional republik Indonesia No. 2 Tahun 2008 tentang BUKU. Bahwa buku ditetapkan oleh dinas pendidikan propinsi berdasarkan standar nasional pendidikan, pemilihan buku teks tentang ditetapkan kelayakan pakainya oleh Gubernur, dan sanksi terhadap komite sekolah / madrasah. 

Kepala dinas pendidikan Kab. Sumedang Drs. H. Eem Hendrawan, MM.pd. ketika di konfirmasi wartawan wip, mengatakan “terkait pengadaan buku pelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa sudah ada ketetapan dari dinas pendidikan propinsi dan sumber dananya dari dana BOS propinsi tahun 2013, sementara untuk hal teknisnya silahkan saja konfirmasi ke Kabid Dikdas supaya lebih jelas” Kadisdik.

Kepala bidang pendidikan dasar (Unep Hidayat, S.pd.M.Si.) ketika dikonfirmasi  mengatakan “masalah itu kami bidang Dikdas tidak tahu, kalau ingin jelas kan bisa tanyakan ke sekolah, intruksi siapa? Bidang Dikdas tidak pernah membuat intruksi maupun rekomendasi buku tandasnya.

Salah seorang pengusaha buku yang enggan disebutkan namanya ketika dikonfirmasi terkait hal dtersebut mengatakan “yang menerbitkan buku pelajaan pendidikan budaya dan karakter bangsa ada tiga (3) penerbit  Dua Cahaya, Wahana Iptek Bandung, dan Kiara Iptek bandung. Ketiga penerbit tersebut belum memiliki izin untuk menerbitkan buku pelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa juga ISBN”, 

Ketua LSM BANGKIT INDONESIA Sumedang (Cecep) ketika dikonfirmasi menegaskan ”pengadaan buku pelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa tidak memiliki SK Dinas pendidikan dan ISBN.

Pendidkan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman. Pendidikan nasional berpungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.Dinas Pendidikan merupakan unsur pelaksana Pemerintahan Daerah, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui sekretaris daerah.keanggotaan dari dewan pendidikan dan komite sekolah merupakan representative dari perwakilan masyarakat luas, secara khusus peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan telah diatur dalam keputusan menteri pendidikan nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Tanpa mengurangi keberhasilan dalam dimulainya pelaksanaan kegiatan, sehubungan perihal sebagaimana tersebut di atas baik sendiri-sendiri maupun secara bersamaan diduga telah dengan sengaja dan sistematis menyalahgunakan segala kewenangannya untuk memperkaya diri, setidak-tidaknya telah mengabaikan tugas, pungsi serta kedudukannya sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku. *Kusmayadi

Diduga Telah Terjadi Jaringan Penipuan, Secara Berkelompok



TASIKMALAYA, WiP.
Berawal dari laporan sumber (Masyarakat) yang masuk ke meja redaksi pada tanggal 6 Desember 2013, melalui e-mail Redaksi SKU Warta Indonesia Pembaharuan.Dugaan tindakan jaringan kejahatan secara berkelompok ini,diperkuat dengan hasil investigasi di lapangan, sehingga menghasilkan kajian dan analisa awal untuk ditindak lanjuti kapada beberapa orang yang berkaitan dengan kasus ini sampai tuntas.

Hasil investigasi sementara di lapangan memuat beberapa nama, diantaranya N/alias Dadang (PNS), SM, Ny. I (PNS), Y (PNS Guru), Ny. N, Komplotan tersebut diduga mencoba untuk membuat terobosan untuk mencari penghasilan lebih, menjadi calo pinjaman/uang talangan dengan anggunan SK PNS.

Menurut keterangan beberapa sumber, modusnya adalah mencari penyandanng dana, dan sampailah pada Ny. A istri dari engko Apuk selaku penyandang dana, agar Ny. A percaya pada komplotan ini. Dengan setingan  N yaitu Ny. SM yang mengaku-ngaku sebagai Darti (palsu) dan bekerja di BTN Tasik Malaya, (aslinya, Darti seorang : pegawai BTN, Sekretaris). Ny. A, Y, I, N tidak mengetahui bahwa SM adalah ibu Darti Palsu (data red).

Dalam melaksanakan aksinya, diduga Nandang, Ny. I, Ny. Y, N mencari nasabah PNS yang mau meminjam dengan anggunan SK, lalu disetorkan kepada Ny. SM, lalu Ny. S melanjutkan pembicaraan dengan komplotan-nya yang sudah di setting secantik mungkin oleh Nandang ke Ny. A sebagai penyandang dana.

Cukup hanya lewat telepon,Ny. S yang mengaku-ngaku sebagai pegawai BTN (Ny. A hanya pernah bertemu sekali dengan Ny. SM), dana pun siap dicairkan. Uang yang digelontarkan Ny.A kepada komplotan ini sudah berjalan selama 2 (Dua) tahun atau lebih, dan nominalnya bervariatif sampai Milyaran rupiah (data red). Ikuti pemberitaan selanjutnya untuk dikupas tuntas edisi berikutnya..*Red

SMPN 4 Sumedang Pungut Rp 650.000/Siswa “Pendidikan Gratis Kembali Tercoreng”

 

SUMEDANG, WiP.
Pendidikan Gratis kembali tercoreng, pungutan dana sumbangan pendidikan masih saja terjadi di sekolah menengah pertama di Kota Sumedang. Padahal, aturan telah menegaskan, sekolah tingkat dasar dan menengah pertama tidak boleh lagi memungut iuran sekolah. Ketiadaan petunjuk teknis yang tegas, mendorong sekolah melakukan penyimpangan.

Seperti yang terjadi di SMP Negeri 4 Sumedang, Kab. Sumedang, Jawa Barat. Siswa baru (kelas VII-read) dibebani biaya Rp 650.000,- per siswa (tampak pada gambar). Biaya tersebut peruntukan membangun 10 WC, RKB dan Mushola.

Menurut salah seorang guru yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan bahwa semua ini merupakan hasil musyawarah antara Komite Sekolah dan para orang tua siswa. Hasil musyawarahpun sudah ditembuskan ke Disdik Kab. Sumedang, katanya.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMPN 4 Sumedang, Tuti Sugiarti, S.Pd., M.Pd.  lewat pesan singkat, membenarkan bahwa sekolahnya melakukan pungutan.

“Soal sumbangan dari komite sudah kami laporkan ke Kadis, dan progam itu tidak ujug-ujug. Sebelum saya masuk ke sekolah itu, sudah direncanakan dan uang sudah masuk sebagian dan rapat kemarin merupakan lanjutan komitmen awal,” ungkap Tuti.

Sementara itu, Sekdis Disdik Kab. Sumedang, Agus Muslim ketika dihubungi WiP via selulernya menjelaskan, bahwa benar ada pungutan terhadap orang tua siswa di SMPN 4 Sumedang dan pihak dinas pun sudah melakukan panggilan kepada Kepala sekolah, adapun pembinaannya merupakan kewajiban dinas, terangnya.

Ketika WiP melaporkan prihal adanya pungutan tersebut ke Kemendikbud Via Email dan SMS pengaduan, redaksi pun menerima SMS dari nomor 0811976929, Jumat (29/11/2013)  yang isinya sebagai berikut: “Silahkan saudara laporkan ke disdik setempat! Trims-- SMS Center PIH Kemendikbud”.

Sangat ironis memang, disaat pemerintah sedang menggembor-gemborkan sekolah gratis, ternyata masih ada sekolah yang melakukan pungutan. Padahal sudah jelas pada Pasal 9 Permendikbud No. 44 Tahun 2012, untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan pemerintah, dan atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.

Sebelumnya Kemendikbud telah mengeluarkan Peraturan No. 60 Tahun 2011 tentang larangan pungutan dan biaya pendidikan pada SD dan SMP. Dalam Pasal 3 dijelaskan bahwa sekolah dilarang memungut biaya inventasi dan biaya operasi dari peserta didik, orang tua dan walinya.

Berdasarkan 2 ketentuan di atas, jelas bahwa SD dan SMP yang diselenggarakan pemerintah dan pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan apapun kepada peserta didik, baik atau tidak adanya kesepakatan dengan komite sekolah. Namun demikian rupanya Dinas Pendidikan Kab. Sumedang belum berani melakukan tindakan keras kepada kepala sekolah yang benar telah melakukan pelanggaran. *Tony

SMPN 1 Cianjur Lakukan Pungutan




CIANJUR, WiP.
Dunia pendidikan di Kab. Cianjur sepertinya tidak pernah mengenal arti kata  gratis dalam yang sudah di gariskan oleh Pemerintah. Terutama untuk Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tekad negara dalam memberikan pasilitas pendidikan 9 tahun yang murah dan berkualitas hangus oleh berbagai alasan pihak sekolah guna terus memungut biaya terhadap orang tua murid.

Hal tersebut terbukti oleh prilaku SMPN 1 Cianjur yang dengan berbagai alasan memungut biaya tambahan terhadap  murid baru dalam tahun ajaran baru 2013/2014. Dengan berlebelkan kop surat Koperasi Pegawai Negeri Republik Indonesia “Setia Warga” SMP Negri 1 Cianjur dan Komite Sekolah SMP Negri 1 Cianjur, pihak sekolah memungut biaya sebesar Rp2.250.000,- terhadap setiap murid barunya.

Tujuh poin bukti pembayaran murid ber kop surat Koperasi Pegawai Republik Indonesia “Setia Warga” SMP Negri 1 Cianjur diantaranya meliputi pembayaran Kain seragam putih biru Rp100.000, kain seragam Pramuka Rp100.000, kain batik cele Rp200.000, kaos olah raga Rp120.000, seperangkat atribut (topi, dasi, bet sekolah, OSIS dan ikat pinggang) Rp50.000, Kerudung  Rp55.000 dan Psycotest Rp100.000. Sedangkan bukti dengan kop surat Komite Sekolah mengatas namakan Bukti sumbangan/Infaq pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana bagi siswa baru kelas VII SMP negri 1 Cianjur Tahun Pelajaran 2013/2014 meliputi Pengadaan meja dan kursi, pengadaan AC kelas, pengadaan locker siswa, pengadaan in focus, internet, listrik dan subsidi pemeliharaan Lab Komputer.

Kepala Sekolah SMPN 1 Cianjur, Usep A. Fathani berkilah bahwa setiap pungutan yang dilakukan pihak sekolah adalah hasil dari kesepakatan orang tua siswa, komite sekolah dan pihak guru.

“Dana tersebut diuatamakan untuk pembayaran listrik, rehab, pembangunan lab kelas dan kursi. Asalnya jumlah sumbangan itu 50 ribu setiap bulan. Tapi di rubah menjadi 500 ribu per tahun.” Ungkap Usep saat di temui WiP di ruang kerjanya.

“Hal tersebut kami lakukan karena adanya perubahan status sekolah yang dulunya masuk katagori Rintisan Sekolah Bertarap Internasional (RSBI) menjadi sekolah reguler kembali.” Pungkasnya.

Sementara dari pihak Dinas Pendidikan Kab. Cianjur tidak bisa dimintai keterangannya karena semua pejabat yang berwenang mulai Kadis, Kabid dan Kasi Kesiswaan SMP tidak berada di tempat kerjanya.

Sedangkan Wahana Aspirasi Masyarakat (WAM), melalui Ketuanya Iwan Hermawan menyatakan bahwa dalam bentuk apapun yang namanya pungutan di SMP terlarang untuk dilakukan karena semua kebutuhan sekolah sudah di tanggung oleh negara.

"Dengan alasan bahwa SMPN 1 Cianjur beralih status dari SRBI kembali ke reguler pun tetap saja bahwa pungutan tersebut tidak di perbolehkan. Ini semua bertentangan dengan Permendikbud No. 60 tahun 2011 tentang larangan pungutan pada SD dan SMP. Saya atas nama WAM mendesak pihak kejaksaan untuk memeriksa Kepala Sekolah untuk di mintai keterangannya soal pungutan siswa baru tahun anggaran 2013/2014." Tutur Iwan Hermawan dengan tegas. *Ruslan