Wartawan WIP dilengkapi dengan kartu identitas, pin, surat tugas liputan dan tercantum dalam box redaksi. Bagi yang tidak dilengkapi dengan identitas resmi dan namanya tidak tercantum dalam box, redaksi tidak bertanggung jawab

16 Juli 2011

PRONA, Menjadi Lahan Subur Pungli Pihak Terkaitnya



SUMEDANG,WIP
1639-Sertifikat_tanahPraktek pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oknum kepala desa (Kades) marak mewarnai proses pengurusan program sertifikasi tanah melalui proyek nasional agraria (Prona) di desa kadujaya  kecamatan jatigede dan desa tomo kecamatan tomo kabupaten sumedang.
Warga masyarakat desa setempat pun merasa kecewa dan resah, Pasalnya, mereka baru tahu kalau ternyata sedang diakali oleh kadesnya sendiri, dan beberapa oknum panitia sertifikasi tanah program Prona tersebut. Diketahui, saat ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten sumedang sedang mencanangkan program Prona di lebih tiga puluh desa  untuk 3000 bidang tanah di wilayahnya. diantaranya yang mendapatkan program tersebut adalah, Desa kadu jaya  kecamatan jatigede dan desa tomo kecamata tomo dengan jatah sertifikat untuk 100 bidang tanah.
Program Prona dalam aturan untuk sertifikat tanah tidak dikenai biaya alias gratis. Hal itu sengaja ditempuh pemerintah semata-mata bertujuan untuk membantu warga masyarakat berekonomi lemah sehingga menyertifikatkan tanah miliknya. Sayangnya program prona ini, justru dimanfaatkan oleh oknum kades untuk mencari keuntungan pribadi. Terbukti, warga yang mengajukan sertifikat untuk tanahnya masih diwajibkan membayar Rp. 300 ribu sampai Rp. 400 ribu untuk setiap bidangnya bahkan di desa tomo sampai 500 ribu per bidangnya. 
Warga masyarakat desa setempat yang semula tidak mengetahui kalau program Prona tersebut gratis, tentu saja ketika itu tidak keberatan atas penarikan biaya sebesar itu. Namun belakangan setelah mengetahui bahwa sebenarnya program itu gratis, warga kini mulai resah. Mereka mulai mempertanyakan, untuk apa sebenarnya uang pungutan yang jumlahnya mencapai ratusan ribu itu.
Menurut  rohaeti kepala desa  tomo saat di komfirmasi  menjelaskan “, jumlah Rp500 ribu itu didapat setelah bermusyawarah dengan warga. Artinya, bukan kepala desa  yang menentukan besarannya. ’’Ini disetujui oleh lebih dari 60 persen masyarakat yang mengikuti musyawarah,” yakinnya.
Sementara menurut kepala desa kadu jaya, menyatakan “telah menyosialisasikan masalah ini sejak jauh hari kepada masyarakat karena program ini diajukan. ’’Sifatnya tidak dipaksakan. Kalau memang ada yang keberatan, ya tidak apa-apa,” ungkapnya. ’’Saya pikir di zaman sekarang tidak ada yang gratis. Meski pembuatan sertifikat tanah, khususnya persawahan memang dibiayai oleh APBN, tapi kan biaya-biaya di luar sertifikat tidak ditanggung APBN. Inilah yang mendasari adanya pungutan itu, ’’Mungkin warga yang tak membuat itu tidak datang saat kita adakan musyawarah sehingga merasa uang itu terlalu besar untuk desa kadujaya,” tegasnya Sama halnya dengan uang Rp300  sampai 400ribu bagi tidak ada surat-surat sekali,kami berani mempertanggungjawabkan dana tersebut tidak akan melenceng ke mana-mana, murni untuk urusan teknis pembuatan sertifikat. Contohnya fotokopi kartu keluarga (kk), kartu tanda penduduk (KTP),selain itu ada untuk orang BPN yang sedang mengurusi pengukuran” adat ketimuran tidak lepas di jaman sekarang ini. serta surat tanah, dan meterai, patok  tandasnya.*din

Tidak ada komentar: