Wartawan WIP dilengkapi dengan kartu identitas, pin, surat tugas liputan dan tercantum dalam box redaksi. Bagi yang tidak dilengkapi dengan identitas resmi dan namanya tidak tercantum dalam box, redaksi tidak bertanggung jawab

15 Februari 2014

PEMKAB KUNINGAN DITUDING “DISKRIMINATIF”



KUNINGAN, WiP.
Penyusunan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kuningan untuk bantuan hibah kepada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) disoal. Pasalnya, bantuan hibah tersebut dianggap tidak adil, karena hanya diberikan kepada Ormas tertentu.
Dana bantuan hibah kepada Ormas yang tercantum dalam APBD adalah 445 juta rupiah. Dari anggaran itu, hanya ada 12 Ormas penerima hibah. Antara lain, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) sebesar 200 juta rupiah, Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) 50 juta rupiah, Pekat 50 juta rupiah, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiah (IMM), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) masing-masing 15 juta rupiah.
Kemudian, ada Himpunan Mahasiswa Kuningan Indonesia (HMKI) 50 juta rupiah, Satuan Pelajar Mahasiswa (Sapma) Pemuda Pancasila 10 juta rupiah, Aktivitas Anak Rimba (Akar) 20 juta rupiah, Koperasi Purwa Asih Purwawinangun 10 juta rupiah, dan Alumni GMNI 10 juta rupiah.
Penyusunan penerima hibah ini, dianggap tidak adil. Dimana, masih banyak Ormas yang tidak terbagi. Alhasil, beberapa elemen masyarakat mempertanyakan indikator pemberian bantuan hibah ini.
“Perlu dipertanyakan, apa dasarnya memberikan hibah kepada Ormas tertentu. Apakah dasarnya hanya dari kedekatan, spekulasi, atau bahkan ada tekanan,”kata pemerhati Kuningan, Dita Andraeny, M.Si, Rabu (29/1/2014).
Dita menyoroti pemberian hibah kepada Alumni GMNI. Ia menilai, jika Alumni GMNI diberikan hibah, kenapa alumni Organisasi Kemahasiswaan lainnya tidak. Misalnya saja Korps Alumni HMI (Kahmi), Ikatan Alumni PMII (IKAPMII), dan lain sebagainnya. Dari sini, ia menduga adanya praktek ‘main mata’.
“Kalau tidak jelas dasarnya, tentu kita bisa banyak menduga-duga. Misalnya, bisa saja salah seorang anggota penyusun anggaran ada kedekatan dengan alumni GMNI. Itu kan bisa jadi. Tapi saya tidak mau menuduh, makanya harus transparan dong, jelaskan apa dasarnya menyusun penerima hibah itu,”tuturnya.
Kendati dianggap sepele kata Dita, penyusunan penerima hibah ini dapat menganggu kondusivitas daerah.
Sebab, bisa saja Ormas lain yang tidak terbagi hibah bereaksi keras karena tidak merasa diakui. *Haris

Tidak ada komentar: