MAJALENGKA, WIP
Peternakan memiliki peranan yang
stategis dalam upaya pemantapan ketahanan pangan hewani, pemberdayaan ekonomi
masyarakat di pedesaan, serta dapat memacu pengembangan wilayah. Dalam
meningkatkan produktifitas dan daya saing produksi peternakan, faktor – faktor
strategis yang harus dikelola secara efisien dan efektif antara lain lahan,
tenaga kerja, modal, dan kewirausahaan. Jika pembangunan pertanian kita diarahkan
untuk memberikan pertumbuhan yang berkualitas (pro growth, pro-job, dan pro-poor),
maka peternakan memiliki potensi yang sangat baik untuk menciptakan pertumbuhan
yang berkualitas tersebut. Ironisnnya saat ini pembangunan peternakan belum
optimal memberikan pertumbuhan yang berkualitas.
Swasembada daging sapi 2014,
begitulah tekad yang dicanangkan oleh pemerintah pusat sebagai satu komitmen
dalam kemandirian pangan hewani, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan memacu
pengembangan wilayah. Program ini juga merupakan peluang untuk dijadikan
pendorong dalam mengembalikan Indonesia sebagai eksportir sapi seperti pada
masa lalu. Tantangan ini tidak mudah, karena saat ini impor daging dan sapi
bakalan sangat besar, sekitar 30 persen dari kebutuhan daging nasional. Bahkan
ada kecenderungan volume impor terus meningkat yang secara otomatis akan
menguras devisa negara sangat besar. Bila kondisi ini tidak diwaspadai, hal ini
dapat menyebabkan kemandirian dan kedaulatan pangan hewani khususnya daging
sapi semakin jauh dari harapan.
Impor daging dan sapi bakalan semula
dimaksudkan hanya untuk mendukung dan menyambung kebutuhan daging sapi yang
terus meningkat. Di beberapa daerah ternyata daging dan sapi bakalan impor
justru berpotensi mengganggu peternakan sapi potong lokal. Harga daging, jeroan
dan sapi bakalan impor relatif sangat murah, karena sebagian besar merupakan
produk atau barang yang kurang berkualitas. Investasi peternakan sapi potong
skala besar semakin menjurus pada kegiatan hilir saja yaitu impor dan
perdagangan, dengan perputaran modal yang sangat cepat dan resiko yang lebih
kecil. Aktivitas peternakan sapi potong saat ini belum terintegrasi dan
bersinergi dengan kegiatan di sektor hulu. Sementara itu kegiatan di hulu yang
merupakan usaha pembibitan dan budidaya sapi, sebagian besar dilakukan oleh
peternak dengan skala terbatas dan dengan margin yang kecil. Mereka harus
menghadapi persaingan yang kurang seimbang, termasuk serbuan daging murah.
Presiden pernah mencanangkan program
swasembada daging sapi 2010 melalui upaya revitalisasi pertanian sebagai dasar
untuk mengembangkan agribisnis sapi potong yang berdaya saing dan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Namun program tersebut belum
memperoleh dukungan dana yang memadai. Program tersebut justru menghadapi
tantangan dan berbagai permasalahan baik dari aspek teknis, ekonomi, sosial
maupun kebijakan-kebijakan pendukungnya. Koordinasi antar instansi, antar
sektor, serta antar pengemban kepentingan juga masih sangat lemah, sehingga hal
ini perlu mendapat perhatian untuk masa yang akan datang
Sehubungan
dengan hal tersebut, pemerintah menurunkan program Rumah Potong Hewan
(RPH) yang bertujuan seperti yang telah
disebutkan diatas yang diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat yang dimungkinkan jauh dari jangkauan perkotaan secara geografis,
sehingga masyarakat diwilayah tersebut atau wilayah terpencil itu dapat
memenuhi kebutuhan gizinya secara mandiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar