BANJAR, WIP.
Raperda rencana Tata
ruang dan wilayah RTRW Kota Banjar Tahun 2012-2032 yang sedang dalam proses
pembahasan dan pengesahan di DPRD Kota Banjar akan menentukan kondisi ruang
Kota Banjar untuk 20 tahun yang akan datang rencana Tataruang RTRW kota Banjar
adalah induk kebijakan pembangunan di kota Banjar kebijakan ini akan berdampak
langsung pada ekosistem kota serta perubahan pola Ruang baik fisik,sosial dan
ekonomi maupun ekologi kota.wajah kota Banjar 20 tahun ke depan akan di
tentukan pada Perda RTRW kota Banjar 2012-2032 yang sedang disusun dan akan
ditetapkan.
Urgensi pasal 15 UU No
32 Tahun 2009 menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib
membuat KLHS untuk memastikan bahwa perinsip pembangunan berkelanjutan telah
menjadi dasar dan terintergas dalam pembangunan satu wilayah dan /atau
kebijakan, rencana, dan/atau program, artiya bahwa KLHS merupakan
sebuah instrument penting dalam penyusunan RTRW kota Banjar namun pemerintah kota
Banjar tidak melakukan proses KLHS sebagai mana yang di tegaskan dalam undang
undang tersebut.
Oleh karena itu,
Paguyuban Bale Rahayat -Walhi Jawa Barat menilai Raperda ini secara subtansi
belum memiliki keberpihakan pada keberlanjutan ekologi kota Banjar, tapi
Raperda lebih berorientasi pada jasa dan perdagangan pro modal dan investor
yang akan menambah parah situasi ekologi di kota Banjar.
Mencermati proses
perumusan Raperda RTRW kota Banjar, Walhi Jawa Barat Paguyuban-Bale Rahayat
menilai bahwa pemerintah kota Banjar belum melibatkan partisipasi public atau
para pemangku kepentingan yang luas. Padahal
pasal 60 UU No 26 Tahun 2007 menyatakan bahwa dalam penatan ruang
setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang. Proses
perumusan perda seharusnya mengedepankan perinsip keterbukaan dalam
arti seluruh lapisan masarakat/warga kota dan para pemaku kepentingan di
berikan kesempatan seluas luasnya untuk mengetahui dan memberikan masukan dalam
proses penyusunan perda agar peraturan yang terbentuk menjadi populi ,dan
menjadi pijakan bersama untuk di jalankan. Walhi Jawa Barat -Paguyuban
Bale Rahayat menilai tidak ada proses konsultasi public yang di lakukan oleh
pemerintah kota Banjar dan sosialisai yang luas baik di media cetak ataupun
elektronik..
Proses ini di
perparah ketika legallisai berlangsung kinerja pansus dalam pembahasan raperda
RTRW sangat buruk dan tidak partisipatif. Walhi Jawa Barat-Paguyuban Bale
Rahayat menilai proses pembahasan yang di lakukan secara partisipatif
melibatkan para pihak. Ada kecenderungan bahwa proses pembahasan di lakukan
secara tergesa gesa.sesuai dengan UU No 10 Tahun 2004 tentang pembentukan
peraturan perundang undangan pasal 53 menyatakan bahwa masyarakat berhak
memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan atau
pembahasan rencana undang undang dan rencana peraturan daerah. Hal ini sejalan dengan Undang Undang No 32 tahun
2004 tentang pemetrintah daerah pasal 139. Seharusnya proses pembahasan raperda
dilakukan melalui serangkaian konsultasi public denan melibatkan para pemangku
kepentingan di kota Banjar, tutur Ketua Walhi Jawa Barat. *Dndi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar