Wartawan WIP dilengkapi dengan kartu identitas, pin, surat tugas liputan dan tercantum dalam box redaksi. Bagi yang tidak dilengkapi dengan identitas resmi dan namanya tidak tercantum dalam box, redaksi tidak bertanggung jawab

22 Desember 2012

Raperda Tataruang Wilayah Kota Banjar Menuai Protes



BANJAR,  WIP.
Raperda rencana Tata ruang dan wilayah RTRW Kota Banjar Tahun 2012-2032 yang sedang dalam proses pembahasan dan pengesahan di DPRD Kota Banjar akan menentukan kondisi ruang Kota Banjar untuk 20 tahun yang akan datang rencana Tataruang RTRW kota Banjar adalah induk kebijakan pembangunan di kota Banjar kebijakan ini akan berdampak langsung pada ekosistem kota serta perubahan pola Ruang baik fisik,sosial dan ekonomi maupun ekologi kota.wajah kota Banjar 20 tahun ke depan akan di tentukan pada Perda RTRW kota Banjar 2012-2032 yang sedang disusun dan akan ditetapkan.
Urgensi pasal 15 UU No 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa perinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintergas dalam pembangunan satu wilayah dan /atau kebijakan, rencana, dan/atau program, artiya bahwa KLHS merupakan sebuah instrument penting dalam penyusunan RTRW kota Banjar namun pemerintah kota Banjar tidak melakukan proses KLHS sebagai mana yang di tegaskan dalam undang undang tersebut.
Oleh karena itu, Paguyuban Bale Rahayat -Walhi Jawa Barat menilai Raperda ini secara subtansi belum memiliki keberpihakan pada keberlanjutan ekologi kota Banjar, tapi Raperda lebih berorientasi pada jasa dan perdagangan pro modal dan investor yang akan menambah parah situasi ekologi di kota Banjar.
Mencermati proses perumusan Raperda RTRW kota Banjar, Walhi Jawa Barat Paguyuban-Bale Rahayat menilai bahwa pemerintah kota Banjar belum melibatkan partisipasi public atau para pemangku kepentingan yang luas. Padahal  pasal 60 UU No 26 Tahun 2007 menyatakan bahwa dalam penatan ruang setiap orang berhak untuk mengetahui rencana tata ruang. Proses perumusan perda seharusnya mengedepankan perinsip keterbukaan dalam arti seluruh lapisan masarakat/warga kota dan para pemaku kepentingan di berikan kesempatan seluas luasnya untuk mengetahui dan memberikan masukan dalam proses penyusunan perda agar peraturan yang terbentuk menjadi populi ,dan menjadi pijakan bersama untuk di jalankan. Walhi Jawa Barat -Paguyuban Bale Rahayat menilai tidak ada proses konsultasi public yang di lakukan oleh pemerintah kota Banjar dan sosialisai yang luas baik di media cetak ataupun elektronik..
Proses ini di perparah ketika legallisai berlangsung kinerja pansus dalam pembahasan raperda RTRW sangat buruk dan tidak partisipatif. Walhi Jawa Barat-Paguyuban Bale Rahayat menilai proses pembahasan yang di lakukan secara partisipatif melibatkan para pihak. Ada kecenderungan bahwa proses pembahasan di lakukan secara tergesa gesa.sesuai dengan UU No 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang undangan pasal 53 menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan atau pembahasan rencana undang undang dan rencana peraturan daerah. Hal  ini sejalan dengan Undang Undang No 32 tahun 2004 tentang pemetrintah daerah pasal 139. Seharusnya proses pembahasan raperda dilakukan melalui serangkaian konsultasi public denan melibatkan para pemangku kepentingan di kota Banjar, tutur Ketua Walhi Jawa Barat.  *Dndi

Tidak ada komentar: