KOTA BANDUNG, WiP.
Menurut keterangan Kasi Penkum
Kejati Bandung Suparman, SH yang saat itu ditemui di ruang kerjanya bahwa
proyek jalan dan Trotoar yang berada di Jl. RME.Martadinata/Jl.Riau termasuk
Jl.Braga Bandung yang terhenti karena
dari pihak Kontraktornya yang belum atau tidak menyelesaikan pekerjaan
nya sesuai kontrak perjanjian sehingga pekerjaan proyek tersebut dihentikan
oleh pihak pemerintah kota Bandung khususnya
Dinas DBMP (Dinas Bina Marga Dan Pengairan) Adapun anggaran yang sudah
dikeluarkan oleh pihak Pemerintah kota Bandung yang harus dipertanggung
jawabkan adalah sebagai berikut ; bahwa pembayaran akan dibayarkan sesuai
dengan progress kerja atau persentase pekerjaan dan itu harus di opname dahulu,misalkan progress pekerjaan baru 50% atau 70% berarti
sisa pekerjaan 50% atau 30% nya harus dikembalikan kepada Negara dan itu tidak
bisa dicairkan karena uang masih didalam DIPA.
Untuk mengetahui teknis pembayaran
nya ada beberapa prosedur yang ditempuh diantaranya terlebih dahulu harus
diteliti dan diperiksa oleh team
tekhnis yang khusus memeriksa dan
menilai progress pekerjaan, setelah itu bilamana hasil pemeriksaan atau opname pekerjaan itu
layak untuk dibayarkan atau dicairkan maka team tekhnis ini mengajukan ke PPTK untuk dibayarkan atau dicairkan
sesuai dengan hasil dari progress pekerjaan atau di opname terlebih dahulu,
ujar Suparman, SH…!
Last but not Least..,tidak kalah
pentingnya juga permasalahan yang menuai kontroversi mengenai
pembangunan Hotel Pullman BICC(Bandung Internasional Convention Centre)
persis di depan Gedung Sate Kantor Pemerintahan Propinsi Jawa Barat dan
Pembangunan Gedung Dewan DPRD
Propinsi Jawa Barat yang sampai sa’at
ini belum juga Diresmikan,karena belum ada penyelesaian dengan pihak Ahli
Warisnya sebagai penggugat yang sudah memenangkan perkaranya di Mahkamah Agung Republik Indonesia sesuai
dengan surat putusan MA.No.35/PK/TUN/2009.
Dan itu sudah berkekuatan hukum
tetap (Inkracht) dengan ketentuan tidak ada PK di atas PK sebagai contoh bila kita tarik secara yuris
prudensi seperti halnya kasus hakim Akil Muhtar di Tangerang Banten secara
pribadi atau jabatannya telah di Vonis atau dijatuhi hukuman tetapi putusannya
tetap dijalankan, bahkan menurut keterangan dari Mentri Agraria dan Pertanahan
Ferry Mursidan Baldan menyatakan bahwa
lokasi tersebut yang sesuai dengan putusan dari Mahkamah Agung Republik
Indonesia adalah mutlak milik Ahli waris
yang memenangkan perkaranya di Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Tetapi ada juga pendapat yang
kontroversi dari Kasipenkum Kejati Jawa Barat Suparman.SH menjelaskan
kepada Warta Indonesia Pembaharuan
sebagai berikut bahwa berdirinya Gedung DPRD Propinsi Jawa Barat adalah
merupakan hasil dari Keputusan rapat paripurna DPRD Jawa Barat yang menjadi
payung hukum atas dasar legalitas dan prosedur yang ditempuh dan itu sudah
menjadi dasar hukum dengan ketentuan
bahwa objek lokasi tidak dalam sengketa dan bebas sengketa dengan
masyarakat,ketentuan sebagai payung hukumnya adalah menyikapi keputusan dari
rapat paripurna DPRD dan menyetujui.
Awalnya dari pemerintah daerah yang
mempunyai kebijakan semua kita mau lokasi dimana yang tentunya harus melalui
persetujuan,pertama harus bebas sengketa dengan masyarakat bilamana masih ada
sengketa,itu harus diselesaikan dahulu
dengan cara menempuh prosedur
kemudian setelah prosedur ditempuh kemudian ditetapkan dalam rapat paripurna
DPRD dan disetujui untuk pembangunan dilokasi tersebut dari keputusan tersebut
dari segi legalitas sudah memiliki dasar hukum karena sudah melalui keputusan
Dewan secara prosedural.
Jadi ketika mereka melaksanakan
pembangunan Gedung DPRD itu jelas sudah memiliki dasar hukum kenapa..? karena
prosedur sudah ditempuh…!! Yang tidak sesuai itu begini..,jika pembangunan ditentukan
dilokasi A kemudian pembangunan dilaksanakan dilokasi B ,itu yang tidak boleh
ucap Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Suparman.SH dengan pasti. *A.Dahlan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar